Rabu, 17 Oktober 2012

30 Hari Menulis

"Yang membedakan anak komunikasi dan bukan anak komunikasi, anak komunikasi selalu memikirkan efek, sebelum menyampaikan pesan", kata seorang wartawan yang dulu pernah memberi kuliah di kampus saya.

Menulis bukanlah perkara mudah seperti bicara. Saat bicara, manusia cenderung spontan dan tak punya waktu lama untuk memikirkan apa yang hendak disampaikan. Isi pernyataan yang disampaikan juga seringkali tidak secara sadar, tetapi bawah sadar.

Tak seperti bicara, menulis memiliki waktu lebih banyak untuk mengolah dan merenungkan isi pernyataan dengan mensinergiskan pemikiran dan perasaan. Pemikiran dibutuhkan bukan hanya untuk menentukan isi, tapi juga untuk bentuk (kerangka, alur, diksi, dan hal ikhwal lainnya) yang efisien guna menopang isi agar lebih efektif. Perasaan dibutuhkan agar tulisan dapat memiliki emosi sehingga terasa "hidup".

Oleh karena itu, 30 Hari Menulis adalah proyek yang sulit. Saya pertama kali mengetahui proyek tersebut dari blog seorang Jurnalis musik. Ia mengerjakan proyek itu karena diminta oleh temannya. Ia pun merasa tertantang.

Meski begitu, dalam pengerjaannya, Si Jurnalis nampak sekali merasakan banyak kebingungan (karena setiap hari harus memikirkan apa yang bisa diceritakan), sekaligus kesenangan (karena bisa terus bercerita).

Setelah melihat hal itu, saya pun berpikir untuk membuat proyek semacamnya guna mengasah kemampuan menulis saya dan tentu saja untuk bersenang-senang. Saya kemudian mengajak seorang teman, Bayu Adji Prihammanda. Ia pun mengiyakan. Lalu saya mencari seorang yang lain, dan menemukan Heri Susanto.

Betapa senangnya ketika mempunyai teman yang mau diajak bersenang-senang!

Sila klik ini untuk melihat proyek kami. Selamat membaca!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar